OMK Paroki Santo Paulus Pasar Merah Medan

OMK Paroki Santo Paulus Pasar Merah Medan

Jumat, 22 Mei 2015

SANTA YASINTA MARESKOTI (1585-1640)

SANTA YASINTA MARESKOTI, PERAWAN (1585-1640) 

Pada tanggal 30 Januari setiap tahunnya, keluarga Fransiskan memperingati Santa Hyacintha Mariscotti, Perawan anggota Ordo III Santo Fransiskus (sekular). Hyacintha berasal dari keluarga kaya dan ternama. Ayahnya adalah Pangeran Antonio dari Mariscotti, dan ibunya adalah turunan keluarga bangsawan Roma Orsini.
Setelah adiknya perempuan menikah, Hyacintha (pada waktu itu masih dipanggil Clarice), bergabung dengan para anggota ordo ketiga di biara di kota Viterbo, namun sebagai anggota sekular. Pada waktu itu Hyacintha makan-makan enak, berdandan dan hidup dalam kenyamanan. Kamarnya diperlengkapi dengan benda-benda yang mencerminkan keduniawian. Semangat mati raga dan pertobatan yang harus menjadi bagian hidup setiap anggota anggota Ordo III belum dapat dipahami dengan baik olehnya, dan belum dihayatinya.
Pada suatu hari, secara tiba-tiba Hyacintha terserang suatu penyakit yang aneh. Bapa pengakuannya terpaksa harus masuk ke kamarnya untuk melayaninya dengan sakramen-sakramen. Ketika melihat benda-benda duniawi dan tak keruan yang terdapat dalam kamar Hyacintha, dengan keras sang imam menegur Hyachinta yang sedang sakit itu. Taat kepada nasihat sang bapa pengakuan, Hyacintha kemudian pergi ke ruang pertemuan bersama di biara. Di ruangan itu, dengan tali di sekeliling lehernya, Hyachinta mohon pengampunan dari para biarawati untuk segala skandal yang menimpa mereka oleh karena ulahnya. Hyachinta mulai dengan serius melakukan pertobatan. Akan tetapi hanya setelah dibantu oleh doa-doa syafaat Santa Katarina dari Sienna (1347-1380), Hyachinta dapat sungguh-sungguh melepaskan dirinya dari kelekatan akan benda-benda termaksud. Sejak saat itulah dia memasuki suatu kehidupan penuh keutamaan yang heroik.
Hyachinta memulai suatu hidup pertobatan yang sungguh keras, namun dapat dijalankannya dengan baik sampai akhir hidupnya. Dia pergi ke mana-mana tanpa kasut atau sepatu, mengenakan sepotong jubah yang sudah tua yang telah dibuang oleh seorang biarawati di biara itu, dan dia melakukan pekerjaan-pekerjaan yang paling rendah dan tidak mengenakkan. Hyachinta hanya makan makanan yang sangat sederhana, dan itu pun dicampurinya dengan herbal yang pahit rasanya. Tempat tidurnya terdiri dari beberapa bilah papan yang ditutupi dengan sehelai selimut dan sebuah batu menjadi bantal kepalanya. Hyachinta melakukan devosi kepada penderitaan-penderitaan Kristus; dan sebagai kenangan akan sengsara Kristus itu dia melakukan mati-raga secara khusus pada setiap hari Jumat dan pada Pekan Suci. Dengan Maria, Bunda yang berbelaskasih, Hyachinta juga mempunyai hubungan kasih seperti anak kepada ibunya. Bunda Maria kadang-kadang menampakkan diri kepadanya dan menghiburnya.
Diperkaya dengan setiap keutamaan dan dihargai sekali oleh saudari-saudarinya para biarawati di biara, Hyachinta berjumpa dengan Saudari Maut (badani) pada waktu dia berumur 55 tahun. Banyak mukjizat yang terjadi pada makamnya. Paus Benediktus XIII membeatifikasikannya. Pada tahun 1807 Hyachinta Mariscotti dikanonisasikan sebagai seorang Santa oleh Paus Pius VII.
Untuk direnungkan: Apa yang terjadi atas diri Hyachinta seandainya dia tidak mempedulikan teguran keras dari bapa pengakuannya? Pernahkah saudara/saudari ditegur dengan keras oleh seseorang yang memiliki otoritas ‘dari atas’ seperti dalam kasus Hyachinta ini? Apa tanggapan saudara/saudari? Kita sekali-kali tidak boleh menutup pintu hatimu bagi teguran /nasihat/wejangan dan sejenisnya dari siapa pun yang berkehendak baik. Kita malah harus bersyukur kepada orang-orang seperti itu.

Sumber: Marion A. Habig OFM, THE FRANCISCAN BOOK OF SAINTS, hal. 75-78.
Penulis : Fridolin Manurung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar