Pengalaman hidupnya membuat dia bertekad untuk menjadi bapak, sahabat dan guru bagi anak-anak yang diasuhnya. Ia kehilangan ayahnya, kehilangan Luigi Comollo sahabat karibnya dan kehilangan Don Calosso yang menjadi gurunya. Karena itu selain dijuliki sebagai ‘Bapak Kaum Muda’, Don Bosco juga dijuliki sebagai ‘Bapa, Guru dan Sahabat kaum muda’.
Yohanes Bosco merupakan satu-satunya Orang Kudus yang mempunyai hampir 20 orang pengikut berusia muda (kurang dari 20 tahun) yang diakui oleh gereja dan sedang menjalani proses untuk menjadi orang kudus. Tidak heran jika gereja pun mengangkatnya sebagai Pelindung Kaum Muda.
Salah satu pengikut dari Don Bosco yang cukup terkenal adalah St. Dominic Savio yang merupakan Orang Kudus non-martir yang paling muda usianya ketika ia wafat. Dominic Savio wafat ketika berusia 14 tahun dan merupakan salah seorang murid yang mendapat pengajaran langsung dari Yohanes Bosco. Salah satu orang kudus lain yang menjadi pengikut dari Yohanes Bosco adalah Laura Carmen Vicuna yang lebih dikenal dengan Laura Vicuna yang juga wafat pada usia 13 tahun.
Masa Kecil
Santo Yohannes Bosco dilahirkan di desa Becchi dekat Castelnuovo, Keuskupan Turin – Italia pada tanggal 16 Agustus 1815. Ia adalah anak terkecil dari Francesco Bosco (1780–1817) dan Margeret Occhiena. Ia memiliki dua saudara laki-laki yang lebih tua, yaitu Antonio dan Giuseppe (1813–1862). Di masa kelahirannya, penduduk wilayah pedesaan Piedmont sedang mengalami kekurangan dan kelaparan, sebagai akibat dari peperangan era Napoleon dan kekeringan yang melanda di tahun 1817. Ayahnya meninggal waktu ia masih kecil, sehingga ia mengalami masa kecil yang prihatin.
Mimpi Yang Menakjubkan
Pada usia sembilan tahun untuk pertama kalinya Yohanes mendapat mimpi yang amat menakjubkan yang menggambarkan keseluruhan hidupnya kelak. Dalam mimpinya Yohanes sedang berada di lapangan yang luas. Ia melihat banyak sekali anak di sana, ada yang tertawa, bermain dan ada pula yang bersumpah serapah. Yohanes tidak suka anak-anak itu menghina Tuhan. Ia segera berlari untuk menghentikan mereka sambil berteriak dan mengepalkan tinjunya.
Tampaklah “Seorang yang Agung” berpakaian jubah putih dan wajah-Nya bersinar. Ia
memanggil Yohanes dengan namanya, memintanya agar tenang serta
menasehatinya:
“Bukan dengan kekerasan, tetapi dengan kelemahlembutan serta belas kasih, kamu
akan menjadikan mereka semua teman-temanmu. Beritahukanlah kepada
mereka keburukan dosa dan ganjaran kebajikan.”
“Tidak tahukah Engkau,” bisik Yohanes kecil, “bahwa hal itu tidak mungkin?”
“Apa yang tampaknya tidak mungkin bagimu, kamu akan menjadikannya mungkin
jika saja kamu melakukannya dengan ketulusan hati dan pengetahuan.”
“Di mana dan bagaimana aku memperoleh pengetahuan?”
Aku akan memberimu seorang Bunda, dengan bimbingan darinya saja seseorang
akan menjadi bijaksana, tanpa bimbingannya semua pengetahuan tidak ada
gunanya.”
“Tetapi siapakah Engkau yang berbicara seperti itu?”
“Aku adalah Putera dari Surga. Ibumu telah mengajarkan kepadamu untuk menghormati-Ku tiga kali sehari.”
“Ibuku melarangku untuk berbicara dengan seseorang yang tidak aku kenal. Katakanlah siapa nama-Mu.”
“Tanyakan nama-Ku kepada ibu-Ku.”
Kemudian, tampaklah seorang wanita yang amat anggun. Ia mengenakan gaun panjang
yang berkilau-kilauan, seolah-olah jubahnya itu terbuat dari
bintang-bintang yang paling cemerlang. Wanita itu memberi isyarat kepada
Yohanes untuk datang mendekat kepadanya. Dengan lembut diraihnya tangan
Yohanes, katanya, “Lihatlah.”
Gerombolan anak-anak lenyap. Yang tampak oleh Yohanes sekarang ialah sekawanan
binatang buas: kambing liar, harimau, serigala, beruang….
“Inilah
tempat di mana kamu harus bekerja. Jadikan dirimu rendah hati, kuat dan
penuh semangat. Apa yang kamu lihat terjadi pada binatang-binatang buas
ini, kamu harus melakukannya kepada anak-anakku.”
Yohanes melihat bahwa binatang-binatang buas itu kini telah berubah menjadi
sekumpulan besar anak domba yang jinak, berkerumun dan berdesak-desakan
di sekitar Kedua Tamu Agungnya. Melihat itu Yohanes menangis dan minta
penjelasan dari Si Wanita karena ia sama sekali tidak mengerti apa arti
semua itu. Wanita itu membelainya dan berkata:
“Kamu akan mengerti semuanya jika waktunya telah tiba.”
Yohanes terbangun dan ia tidak dapat tidur kembali.Tahun-tahun mendatang dalam
hidupnya telah dinyatakan dalam mimpi itu. Mama Margarita dan Yohanes
percaya bahwa mimpi itu adalah gambaran jalan hidup Yohanes kelak.
Ahli Sulap dan Akrobat
Sejak itu Yohanes senantiasa berusaha berbuat baik kepada teman-temannya.
Ketika terompet pemain sirkus berbunyi untuk mengumumkan adanya pesta
lokal di sebuah bukit di dekat situ, Yohanes pergi dengan penuh semangat
dan duduk di baris terdepan. Rombongan sirkus itu menampilkan badut,
sulap, permainan-permainan dan akrobat. Yohanes memperhatikan dengan
sungguh-sungguh dan mempelajari semua atraksi yang ditampilkan.
Sepulangnya dari pertunjukan sirkus, Yohanes mulai meniru atraksi-atraksi yang
ditampilkan. Ia gagal, tergelincir, jatuh dan badannya memar, tetapi
tekadnya kuat. Ia pantang menyerah, sebab pikirnya, “Jika mereka dapat
melakukannya, mengapa aku tidak?” Wah, pastilah malaikat pelindungnya
menjadi sibuk sekali mengawasi dia. Yohanes terus berlatih hingga suatu
hari Minggu sore, ia mempertunjukkan kebolehannya di hadapan anak-anak
tetangga. Ia memperagakan keseimbangan tubuh dengan wajan dan panci di
ujung hidungnya. Kemudian ia melompat ke atas tali yang direntangkan di
antara dua pohon dan berjalan di atasnya diiringi tepuk tangan penonton.
Sebelum pertunjukan yang hebat itu diakhiri, Yohanes mengulang khotbah
yang ia dengar dalam Misa pagi kepada teman-temannya itu, dan mengajak
mereka semua berdoa.
Kabar mengenai pertunjukan yang diselenggarakan Yohanes tersiar hingga ke
desa-desa tetangga. Karena pada masa itu jarang sekali ada pertunjukan
semacam, segera saja anak-anak yang bermil-mil jauhnya pun datang untuk
menyaksikan pertunjukannya. Jumlahnya hingga seratus anak lebih.
“Kita akan memulainya dengan berdoa Rosaio, Peristiwa Mulia, untuk menghormati hari Minggu.”
Anak-anak itu mengeluh, tetapi mereka menurut. Setelah ia mengajak anak-anak
menyanyikan satu kidung bagi Bunda Maria, Yohanes berdiri di atas kursi
dan mulai menjelaskan isi Kitab Suci seperti yang didengarnya pada Misa
pagi. Jika seorang anak menolak untuk mendengarkan khotbahnya atau
menolak berdoa, Yohanes akan berkata: “Baiklah. Aku tidak akan
mengadakan pertunjukan hari ini. Jika kalian tidak berdoa, bisa saja aku
terjatuh dan leherku patah.”
Permainan dan Sabda Tuhan mulai mengubah perilaku teman-temannya. Yohanes kecil
mulai menyadari bahwa agar dapat berbuat baik untuk sedemikian banyak
anak, ia perlu belajar dan menjadi seorang imam. Imam Castelnuovo
melihat perkembangan iman Yohanes yang luar biasa, hingga ia mengijinkan
Yohanes menrima komuni dua tahun lebih awal dari usia yang ditentukan
Gereja.
Pergi Dari Rumah
Seorang misionaris, Don Calosso (‘Don’ dalam bahasa Italia berarti Romo),
datang ke desa Buttigliera untuk memberikan pelajaran agama. Yohanes
memutuskan untuk mengikuti semua pelajaran agama yang diberikan olehnya,
baik pagi maupun sore. Itu berarti ia harus berjalan kaki sejauh 10 (16
kilometer) mil sehari. Antonio menentang keras keinginan Yohanes untuk
belajar. Menurutnya sudah tiba waktunya bagi Yohanes untuk bekerja. Oleh
karena itu diambil keputusan: pagi hari Yohanes belajar di pastoran
dengan Don Calosso, sesudahnya ia harus bekerja di sawah. Yohanes
belajar dengan tekun. Ia membawa bukunya ke sawah dan belajar hingga
larut malam. Hal itu sangat menjengkelkan Antonio. Antonio, yang
sekarang sudah menjadi kepala keluarga, membuang semua buku-buku Yohanes
dan mencambuki adik tirinya itu dengan ikat pinggangnya.
Demi keselamatan Yohanes, Mama Margarrita membuat suatu keputusan yang amat
menyedihkan hatinya sendiri, ia menyuruh Johanes pergi.
Petanian Moglia
Di suatu pagi yang dingin di bulan Februari 1827, Yohanes pergi
menginggalkan rumah dan berkelana untuk mencari pekerjaan. Usianya baru
12 tahun. Sungguh sulit mencari pekerjaan di musim dingin, hanya pada
musim panas saja pertanian membutuhkan banyak tenaga kerja. Setiap kali
Yohanes selalu di tolak. Hingga tibalah ia di rumah Tn. Luigi Moglia,
seorang petani kaya, dekat Moncucco.
“Pulanglah nak,” kata petani itu. “Datanglah kembali pada Hari Raya Kabar Sukacita”
“Berbelas kasihlah, ya Tuan,” Yohanes memohon, “Tuan tidak perlu membayarku satu
sen pun, aku tidak minta apa-apa….ijinkanlah aku tinggal!”
“Tidak mungkin. Pergilah!”
“Tidak, Tuan. Aku akan duduk di lantai sini dan tidak akan pergi.”
Yohanes merasa amat perih hatinya dan menangis. Tergerak oleh belas kasihan,
Yohanes diterima bekerja sebagai penggembala sapi. Yohanes amat gembira
dan bekerja sebaik yang ia mampu. Ia menggembalakan sapi-sapinya di
padang rumput, memerah susu, menumpuk jerami di palungan, dan membajak
sawah. “Mataku terbuka lebar-lebar jika aku sedang bekerja, dan aku
tidak berhenti sampai tiba saatnya untuk tidur,” kenang Yohanes. Tanpa
ibu dan saudara, tanpa teman di sampingnya, Yohanes memusatkan diri
sepenuhnya hanya kepada Tuhan Allah yang amat dikasihinya.
Setiap hari Minggu Yohanes pergi ke gereja untuk mengikuti Misa. Dengan ijin
dari Don Cottino, imam paroki setempat, Yohanes mengumpulkan anak-anak
untuk bermain dan berdoa seperti yang dulu ia lakukan di desanya.
Karya
Setelah ditahbiskan menjadi Imam pada usia 26 tahun, Don Bosco banyak
berkarya di bidang pendidikan kaum muda terlantar di kotanya. Sejak
masih muda, dia memang sering mengumpulkan anak-anak. Awal mula karya
Don Bosco untuk anak terlantar terjadi ketika suatu pagi, dia sedang
bersiap-siap merayakan Ekaristi, lalu datang seorang anak gelandangan.
Don Bosco memberikan perhatian kepada anak tersebut sehingga dia merasa
senang dan berjanji akan datang kembali. Beberapa hari kemudian, anak
itu kembali membawa teman-teman gelandangan lain yang berpakaikan kumal,
berwajah lesu, kelaparan, kurang sopan, dan kasar dalam bertutur kata.
Don Bosco tetap menerima mereka dan sejak saat itu, ratusan anak muda
berkumpul setiap hari di kapel dan pada malam hari mereka menuntut ilmu
di sekolah yang dibuka khusus untuk mereka.
Dengan pandangan praktis namun penuh humor, ia berhasil menjadi pendidik sejati yang tidak bertolak pada teori buku-buku, tetapi lebih kepada kebutuhan konkret karena mengerti jiwa kaum muda. Ia membimbing kaum muda dengan tegas tanpa kekerasan, yaitu dengan mengikut sertakan mereka dalam usaha saling mendidik.
Dengan pandangan praktis namun penuh humor, ia berhasil menjadi pendidik sejati yang tidak bertolak pada teori buku-buku, tetapi lebih kepada kebutuhan konkret karena mengerti jiwa kaum muda. Ia membimbing kaum muda dengan tegas tanpa kekerasan, yaitu dengan mengikut sertakan mereka dalam usaha saling mendidik.
Akhir Hidup
Karena keletihan dengan kerjanya yang tak kunjung habis, Don Bosco
meninggal pada tanggal 31 Januari 1888 di Turin. Dia diumumkan Venerabel
oleh Paus Pius X pada 1907, diberkati oleh Paus Pius XI pada 1929, dan
dikanonisasi oleh Pius XI pada 1 April 1934.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar