OMK Paroki Santo Paulus Pasar Merah Medan

OMK Paroki Santo Paulus Pasar Merah Medan

Jumat, 22 Mei 2015

Santo Yohanes Bosco (1815 – 1888)

Santo Yohannes Bosco lahir 16 Agustus 1815 – meninggal 31 Januari 1888 pada umur 72 tahun. Santo yang lebih akrab dipanggil Don Bosco adalah seorang pendidik dan pastur. Ia mendirikan Kongregasi istimewa untuk melayani kaum muda yang bernama Serikat Salesian. Nama tersebut diambil atas Santo Fransiskus dari Sales, supaya mereka meneladani kebaikan hati dan kelemahlembutannya. Kini Kongregasi ini tersebar diseluruh dunia dan mengelola berbagai lembaga pendidikan khususnya dibidang pertukangan.
Pengalaman hidupnya membuat dia bertekad untuk menjadi bapak, sahabat dan guru bagi anak-anak yang diasuhnya. Ia kehilangan ayahnya, kehilangan Luigi Comollo sahabat karibnya dan kehilangan Don Calosso yang menjadi gurunya. Karena itu selain dijuliki sebagai ‘Bapak Kaum Muda’, Don Bosco juga dijuliki sebagai ‘Bapa, Guru dan Sahabat kaum muda’.
Yohanes Bosco merupakan satu-satunya Orang Kudus yang mempunyai hampir 20 orang pengikut berusia muda (kurang dari 20 tahun) yang diakui oleh gereja dan sedang menjalani proses untuk menjadi orang kudus. Tidak heran jika gereja pun mengangkatnya sebagai Pelindung Kaum Muda.
Salah satu pengikut dari Don Bosco yang cukup terkenal adalah St. Dominic Savio yang merupakan Orang Kudus non-martir yang paling muda usianya ketika ia wafat. Dominic Savio wafat ketika berusia 14 tahun dan merupakan salah seorang murid yang mendapat pengajaran langsung dari Yohanes Bosco. Salah satu orang kudus lain yang menjadi pengikut dari Yohanes Bosco adalah Laura Carmen Vicuna yang lebih dikenal dengan Laura Vicuna yang juga wafat pada usia 13 tahun.

Masa Kecil
Santo Yohannes Bosco dilahirkan di desa Becchi dekat Castelnuovo, Keuskupan Turin – Italia pada tanggal 16 Agustus 1815. Ia adalah anak terkecil dari Francesco Bosco (1780–1817) dan Margeret Occhiena. Ia memiliki dua saudara laki-laki yang lebih tua, yaitu Antonio dan Giuseppe (1813–1862). Di masa kelahirannya, penduduk wilayah pedesaan Piedmont sedang mengalami kekurangan dan kelaparan, sebagai akibat dari peperangan era Napoleon dan kekeringan yang melanda di tahun 1817. Ayahnya meninggal waktu ia masih kecil, sehingga ia mengalami masa kecil yang prihatin.

Mimpi Yang Menakjubkan
Pada usia sembilan tahun untuk pertama kalinya Yohanes mendapat mimpi yang amat menakjubkan yang menggambarkan keseluruhan hidupnya kelak. Dalam mimpinya Yohanes sedang berada di lapangan yang luas. Ia melihat banyak sekali anak di sana, ada yang tertawa, bermain dan ada pula yang bersumpah serapah. Yohanes tidak suka anak-anak itu menghina Tuhan. Ia segera berlari untuk menghentikan mereka sambil berteriak dan mengepalkan tinjunya.
Tampaklah “Seorang yang Agung” berpakaian jubah putih dan wajah-Nya bersinar. Ia memanggil Yohanes dengan namanya, memintanya agar tenang serta menasehatinya:
“Bukan dengan kekerasan, tetapi dengan kelemahlembutan serta belas kasih, kamu akan menjadikan mereka semua teman-temanmu. Beritahukanlah kepada mereka keburukan dosa dan ganjaran kebajikan.”
“Tidak tahukah Engkau,” bisik Yohanes kecil, “bahwa hal itu tidak mungkin?”
“Apa yang tampaknya tidak mungkin bagimu, kamu akan menjadikannya mungkin jika saja kamu melakukannya dengan ketulusan hati dan pengetahuan.”
“Di mana dan bagaimana aku memperoleh pengetahuan?”
Aku akan memberimu seorang Bunda, dengan bimbingan darinya saja seseorang akan menjadi bijaksana, tanpa bimbingannya semua pengetahuan tidak ada gunanya.”
“Tetapi siapakah Engkau yang berbicara seperti itu?”
“Aku adalah Putera dari Surga. Ibumu telah mengajarkan kepadamu untuk menghormati-Ku tiga kali sehari.”
“Ibuku melarangku untuk berbicara dengan seseorang yang tidak aku kenal. Katakanlah siapa nama-Mu.”
“Tanyakan nama-Ku kepada ibu-Ku.”
Kemudian, tampaklah seorang wanita yang amat anggun. Ia mengenakan gaun panjang yang berkilau-kilauan, seolah-olah jubahnya itu terbuat dari bintang-bintang yang paling cemerlang. Wanita itu memberi isyarat kepada Yohanes untuk datang mendekat kepadanya. Dengan lembut diraihnya tangan Yohanes, katanya, “Lihatlah.”
Gerombolan anak-anak lenyap. Yang tampak oleh Yohanes sekarang ialah sekawanan binatang buas: kambing liar, harimau, serigala, beruang….   
“Inilah tempat di mana kamu harus bekerja. Jadikan dirimu rendah hati, kuat dan penuh semangat. Apa yang kamu lihat terjadi pada binatang-binatang buas ini, kamu harus melakukannya kepada anak-anakku.”
Yohanes melihat bahwa binatang-binatang buas itu kini telah berubah menjadi sekumpulan besar anak domba yang jinak, berkerumun dan berdesak-desakan di sekitar Kedua Tamu Agungnya. Melihat itu Yohanes menangis dan minta penjelasan dari Si Wanita karena ia sama sekali tidak mengerti apa arti semua itu. Wanita itu membelainya dan berkata:
“Kamu akan mengerti semuanya jika waktunya telah tiba.”
Yohanes terbangun dan ia tidak dapat tidur kembali.Tahun-tahun mendatang dalam hidupnya telah dinyatakan dalam mimpi itu. Mama Margarita dan Yohanes percaya bahwa mimpi itu adalah gambaran jalan hidup Yohanes kelak.

Ahli Sulap dan Akrobat
Sejak itu Yohanes senantiasa berusaha berbuat baik kepada teman-temannya. Ketika terompet pemain sirkus berbunyi untuk mengumumkan adanya pesta lokal di sebuah bukit di dekat situ, Yohanes pergi dengan penuh semangat dan duduk di baris terdepan. Rombongan sirkus itu menampilkan badut, sulap, permainan-permainan dan akrobat. Yohanes memperhatikan dengan sungguh-sungguh dan mempelajari semua atraksi yang ditampilkan.
Sepulangnya dari pertunjukan sirkus, Yohanes mulai meniru atraksi-atraksi yang ditampilkan. Ia gagal, tergelincir, jatuh dan badannya memar, tetapi tekadnya kuat. Ia pantang menyerah, sebab pikirnya, “Jika mereka dapat melakukannya, mengapa aku tidak?” Wah, pastilah malaikat pelindungnya menjadi sibuk sekali mengawasi dia. Yohanes terus berlatih hingga suatu hari Minggu sore, ia mempertunjukkan kebolehannya di hadapan anak-anak tetangga. Ia memperagakan keseimbangan tubuh dengan wajan dan panci di ujung hidungnya. Kemudian ia melompat ke atas tali yang direntangkan di antara dua pohon dan berjalan di atasnya diiringi tepuk tangan penonton. Sebelum pertunjukan yang hebat itu diakhiri, Yohanes mengulang khotbah yang ia dengar dalam Misa pagi kepada teman-temannya itu, dan mengajak mereka semua berdoa.
Kabar mengenai pertunjukan yang diselenggarakan Yohanes tersiar hingga ke desa-desa tetangga. Karena pada masa itu jarang sekali ada pertunjukan semacam, segera saja anak-anak yang bermil-mil jauhnya pun datang untuk menyaksikan pertunjukannya. Jumlahnya hingga seratus anak lebih.
“Kita akan memulainya dengan berdoa Rosaio, Peristiwa Mulia, untuk menghormati hari Minggu.”
Anak-anak itu mengeluh, tetapi mereka menurut. Setelah ia mengajak anak-anak menyanyikan satu kidung bagi Bunda Maria, Yohanes berdiri di atas kursi dan mulai menjelaskan isi Kitab Suci seperti yang didengarnya pada Misa pagi. Jika seorang anak menolak untuk mendengarkan khotbahnya atau menolak berdoa, Yohanes akan berkata: “Baiklah. Aku tidak akan mengadakan pertunjukan hari ini. Jika kalian tidak berdoa, bisa saja aku terjatuh dan leherku patah.”
Permainan dan Sabda Tuhan mulai mengubah perilaku teman-temannya. Yohanes kecil mulai menyadari bahwa agar dapat berbuat baik untuk sedemikian banyak anak, ia perlu belajar dan menjadi seorang imam. Imam Castelnuovo melihat perkembangan iman Yohanes yang luar biasa, hingga ia mengijinkan Yohanes menrima komuni dua tahun lebih awal dari usia yang ditentukan Gereja.

Pergi Dari Rumah
Seorang misionaris, Don Calosso (‘Don’ dalam bahasa Italia berarti Romo), datang ke desa Buttigliera untuk memberikan pelajaran agama. Yohanes memutuskan untuk mengikuti semua pelajaran agama yang diberikan olehnya, baik pagi maupun sore. Itu berarti ia harus berjalan kaki sejauh 10 (16 kilometer) mil sehari. Antonio menentang keras keinginan Yohanes untuk belajar. Menurutnya sudah tiba waktunya bagi Yohanes untuk bekerja. Oleh karena itu diambil keputusan: pagi hari Yohanes belajar di pastoran dengan Don Calosso, sesudahnya ia harus bekerja di sawah. Yohanes belajar dengan tekun. Ia membawa bukunya ke sawah dan belajar hingga larut malam. Hal itu sangat menjengkelkan Antonio. Antonio, yang sekarang sudah menjadi kepala keluarga, membuang semua buku-buku Yohanes dan mencambuki adik tirinya itu dengan ikat pinggangnya.
Demi keselamatan Yohanes, Mama Margarrita membuat suatu keputusan yang amat menyedihkan hatinya sendiri, ia menyuruh Johanes pergi.

Petanian Moglia
Di suatu pagi yang dingin di bulan Februari 1827, Yohanes pergi menginggalkan rumah dan berkelana untuk mencari pekerjaan. Usianya baru 12 tahun. Sungguh sulit mencari pekerjaan di musim dingin, hanya pada musim panas saja pertanian membutuhkan banyak tenaga kerja. Setiap kali Yohanes selalu di tolak. Hingga tibalah ia di rumah Tn. Luigi Moglia, seorang petani kaya, dekat Moncucco.
“Pulanglah nak,” kata petani itu. “Datanglah kembali pada Hari Raya Kabar Sukacita”
“Berbelas kasihlah, ya Tuan,” Yohanes memohon, “Tuan tidak perlu membayarku satu sen pun, aku tidak minta apa-apa….ijinkanlah aku tinggal!”
“Tidak mungkin. Pergilah!”
“Tidak, Tuan. Aku akan duduk di lantai sini dan tidak akan pergi.”
Yohanes merasa amat perih hatinya dan menangis. Tergerak oleh belas kasihan, Yohanes diterima bekerja sebagai penggembala sapi. Yohanes amat gembira dan bekerja sebaik yang ia mampu. Ia menggembalakan sapi-sapinya di padang rumput, memerah susu, menumpuk jerami di palungan, dan membajak sawah. “Mataku terbuka lebar-lebar jika aku sedang bekerja, dan aku tidak berhenti sampai tiba saatnya untuk tidur,” kenang Yohanes. Tanpa ibu dan saudara, tanpa teman di sampingnya, Yohanes memusatkan diri sepenuhnya hanya kepada Tuhan Allah yang amat dikasihinya.
Setiap hari Minggu Yohanes pergi ke gereja untuk mengikuti Misa. Dengan ijin dari Don Cottino, imam paroki setempat, Yohanes mengumpulkan anak-anak untuk bermain dan berdoa seperti yang dulu ia lakukan di desanya.

Karya
Setelah ditahbiskan menjadi Imam pada usia 26 tahun, Don Bosco banyak berkarya di bidang pendidikan kaum muda terlantar di kotanya. Sejak masih muda, dia memang sering mengumpulkan anak-anak. Awal mula karya Don Bosco untuk anak terlantar terjadi ketika suatu pagi, dia sedang bersiap-siap merayakan Ekaristi, lalu datang seorang anak gelandangan. Don Bosco memberikan perhatian kepada anak tersebut sehingga dia merasa senang dan berjanji akan datang kembali. Beberapa hari kemudian, anak itu kembali membawa teman-teman gelandangan lain yang berpakaikan kumal, berwajah lesu, kelaparan, kurang sopan, dan kasar dalam bertutur kata. Don Bosco tetap menerima mereka dan sejak saat itu, ratusan anak muda berkumpul setiap hari di kapel dan pada malam hari mereka menuntut ilmu di sekolah yang dibuka khusus untuk mereka.
Dengan pandangan praktis namun penuh humor, ia berhasil menjadi pendidik sejati yang tidak bertolak pada teori buku-buku, tetapi lebih kepada kebutuhan konkret karena mengerti jiwa kaum muda. Ia membimbing kaum muda dengan tegas tanpa kekerasan, yaitu dengan mengikut sertakan mereka dalam usaha saling mendidik.

Akhir Hidup
Karena keletihan dengan kerjanya yang tak kunjung habis, Don Bosco meninggal pada tanggal 31 Januari 1888 di Turin. Dia diumumkan Venerabel oleh Paus Pius X pada 1907, diberkati oleh Paus Pius XI pada 1929, dan dikanonisasi oleh Pius XI pada 1 April 1934.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar